Membangun Jembatan Budaya: Kisah Inspiratif dari Sekolah Indonesia Bangkok

Di tengah derasnya arus globalisasi, kelas-kelas multikultural menjadi cerminan dunia yang penuh warna—menuntut strategi komunikasi yang cerdas, adaptif, dan penuh empati. Inilah yang menginspirasi tim BINUS University untuk menginisiasi program Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) bertajuk “Strategi Inovatif Pembelajaran Lintas Budaya: Penguatan Komunikasi Guru-Siswa di Kelas Multikultural.” Tujuan utamanya adalah memperkuat interaksi antara guru dan siswa di lingkungan belajar yang beragam, sekaligus menanamkan nilai toleransi, empati, dan penghargaan terhadap keberagaman. Program ini menjadi wujud nyata komitmen BINUS terhadap Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Tim pelaksana terdiri dari dosen dan mahasiswa Communication Science Department, dilaksanakan oleh Nur Kholis. Sasaran utama program ini adalah Sekolah Indonesia Bangkok (SIB), Thailand—sebuah institusi pendidikan strategis yang menjadi duta bahasa, budaya, dan nilai-nilai Indonesia di kancah internasional. Dengan latar belakang siswa yang beragam, SIB menghadapi tantangan komunikasi yang kompleks. Program ini hadir melalui format workshop dan pelatihan interaktif, memadukan penyampaian materi, simulasi, dan diskusi dua arah. Subtopik yang dibahas mencakup penggunaan educational boardgames untuk berpikir kritis hingga strategi komunikasi kreatif bagi para pendidik.
Kegiatan ini dilaksanakan pada 29 Juli 2025 di Sekolah Indonesia Bangkok. Pemilihan lokasi ini sangat strategis karena SIB merepresentasikan tantangan nyata kelas multikultural. Tim BINUS berupaya membantu para guru dalam mengatasi hambatan komunikasi, memperkuat kompetensi profesional, dan menjalin sinergi antara dunia akademik dan institusi pendidikan internasional. Dengan pendekatan pembelajaran interaktif berbasis media digital dan komunikasi interkultural, setiap siswa diharapkan merasa didengar dan dihargai, terlepas dari latar belakangnya.
Mengapa kegiatan ini penting? Karena di kelas multikultural, hambatan budaya dan bahasa bisa menjadi jurang pemisah. Program ini menghasilkan dampak yang sangat terasa: peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan teknik komunikasi inklusif, serta keterlibatan siswa yang lebih aktif dalam diskusi kelas. Lebih dari sekadar keterampilan, terjadi pergeseran emosional dan sosial—peningkatan penerimaan terhadap perbedaan budaya di kalangan peserta. Para guru menyampaikan bahwa materi yang diberikan sangat relevan dan langsung menjawab persoalan yang mereka hadapi, menumbuhkan semangat untuk mempraktikkan pendekatan komunikasi yang lebih kreatif dan kolaboratif.