Kita semua percaya bahwa pendidikan adalah jembatan menuju perubahan, dan peran seorang dosen jauh melampaui batas ruang kelas. Di tengah arus globalisasi, membangun citra dan peran sebagai duta akademik yang mampu berkolaborasi lintas negara adalah sebuah keharusan. Inilah yang menjadi landasan bagi BINUS University, melalui inisiatif Community Empowerment-nya, untuk menginisiasi sebuah kolaborasi akademik yang sarat makna. Bersama dengan Thai-Nichi Institute of Technology (TNIC) di Bangkok, Thailand, kami menggelar sebuah acara inspiratif: “International Academic Exchange Seminar on Communication & Design in Indonesia.” Pertemuan ini bukan hanya sekadar seminar, melainkan ruang pertukaran wawasan best practices yang mempertemukan 30 mahasiswa dan 5 dosen internasional dari TNIC, membuka jendela baru dalam pembelajaran lintas budaya.
Mengapa kolaborasi ini penting? Karena di setiap kelas, di setiap institusi, kita menghadapi tantangan yang sama: bagaimana membangun komunikasi efektif dalam lingkungan yang kian multikultural, dan bagaimana menciptakan pembelajaran yang tidak hanya informatif, tetapi juga inspiratif dan adaptif di era pasca-pandemi. Ini bukan sekadar isu teknis, ini adalah tentang human connection. Ketika seorang dosen dari BINUS berbagi strategi pembelajaran kreatif—mulai dari konsep Design and Layout Design after pandemic hingga simulasi interaksi dengan pendekatan Design Thinking—kami melihat mata para peserta berbinar. Ada rasa penasaran, ada harapan untuk menemukan cara baru dalam mengelola keberagaman di kelas mereka. Sinergi ini adalah upaya konkret untuk membangun mutual understanding dan memperkaya pengalaman belajar semua pihak, menegaskan bahwa pendidikan adalah milik bersama.
Lalu, bagaimana kegiatan ini dilaksanakan? Jauh dari kesan kaku, kegiatan yang didanai melalui Proyek Inisiatif BINUS University 2025 ini dikemas dalam sesi seminar interaktif yang mengalir komunikatif. Dilaksanakan oleh Rudi Julio, dosen dari BINUS Malang tidak hanya menyampaikan materi, tetapi juga memandu simulasi dan diskusi dua arah. Kami membahas konsep Design Thinking for University Students dan penerapannya melalui media interaktif seperti educational boardgames dan digital tools. Di momen diskusi, para peserta secara antusias berbagi tantangan pribadi mereka dalam menghadapi perbedaan budaya di kelas, mengubah ruangan seminar menjadi forum problem solving kolaboratif yang hangat dan mendalam. Interaksi langsung ini terbukti berhasil meningkatkan wawasan dan keterampilan mereka dalam mengelola komunikasi di kelas multikultural.
Dampak dari kegiatan ini terasa nyata dan meluas. Respon positif yang didapatkan, baik dari pengamatan langsung maupun wawancara singkat, menunjukkan bahwa materi dan metode BINUS sangat relevan dengan kebutuhan mahasiswa dan dosen TNIC. Lebih jauh lagi, bagi BINUS University sendiri, kolaborasi ini memperkuat jejaring kerja sama internasional, membuka peluang penelitian dan publikasi ilmiah bereputasi, serta memperkaya wawasan dosen untuk menyusun studi kasus dan modul pembelajaran inovatif yang relevan dengan konteks global. Ini adalah bukti nyata kontribusi BINUS terhadap Tridharma Perguruan Tinggi dan komitmen kami dalam memperkuat branding dosen sebagai agen perubahan di kancah global, selaras dengan visi institusi untuk memberdayakan komunitas.
Kolaborasi cross-cultural di Bangkok ini adalah babak awal dari sebuah perjalanan panjang. Kami melihat adanya komitmen kuat dari TNIC untuk melanjutkan kerja sama, sejalan dengan usulan pengembangan program yang lebih mendalam dan terarah ke depannya. Kisah sukses ini mengingatkan kita bahwa kolaborasi, pertukaran ide, dan empati adalah kunci untuk mencetak generasi pembelajar yang adaptif dan berwawasan global. Mari bersama-sama terus merajut jejaring pengabdian, melampaui batas, dan memberikan dampak nyata bagi pendidikan di dunia.-